Terima kasih telah mengunjungi blog saya, jangan lupa like dan komen

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 16 Juni 2016

Studi Tasawuf



STUDI TASAWUF

Pendahuluan
Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas sebagai kebutuhan manusia. Selain menghadapi kebersihan lahir juga menghendaki kebersihan batin. Lantaran penelitian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya.
Tasawuf merupakan bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutanya dapat menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoteric dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek fiqih, khususnya pada bab thoharoh yang memusatkan perhatian pada pembersih aspek jasmani atau lahiri yang selanjutnya disebut sebagai dimensi eksotrik.
Dari suasana demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, koropsi, kolusi, penyalagunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan, dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini tasawuf dibina secara intensif tentang cara-cara agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.

Pengertian Istilah-istilah Kunci
            Dalam teori tentang pengertian tawasuf baik secara etimologi atau secara istilah, para ahli berbeda pendapat. Secara etimologi pengertian tasawuf dapat dilihat menjadi beberapa macam pengertian, seperti di bawah ini:
1.      Tasawuf berasal dari kata suffah atau suffah al masjid, artinya serambi masjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di masjid Nabawi yang didiami oleh sekelompok sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal. Mereka dikenal dengan ahli suffah. Mereka adalah orang yang menyediakan waktunya untuk berjihad dan berdakwah serta meninggalkan usaha-usaha duniawi.[1]
2.      Tasawuf berasal dari kata shafa. Kata shafa  ini berbentuk  fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang bersih atau suci. Maksudnya adalah orang-orang yang mensucikan dirinya di hadapan Tuhan-Nya.
3.      Istilah tasawuf  berasal dari kata shaf . Makna shaf ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di saf paling depan.
4.      Istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari Shufah.
5.      Tasawuf dinisbahkan dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani, yaitu saufi. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah yang berarti kebijaksanaan. Orang yang berpendapat seperti ini adalah Mirkas, yang kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan. Jurji Zaidan menyebutkan bahwa para filsuf Yunani dahulu telah menegaskan pemikiran atau kata-kata yang dituliskan dalam buku-buku filsafat yang penuh mengandung kebijaksanaan. Ia mendasari pendapatnya dengan argumentasi bahwa istilah tasawuf tidak ditemukan sebelum ada masa penerjemah kitab-kitab yang berbahasa Yunani ke bahasa Arab. Pendapat ini didukung pula oleh Nouldik yang mengatakan bahwa dalam penerjemahan dari bahasa Yunani ke bahasa Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya orang Arab mentransliterasikan huruf sin menjadi huruf shad.seperti dalam kata tasawuf menjadi tashawuf.
6.      Tasawuf berasal dari kata shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu dan tumbuh di padang pasir di tanah Arab. Ini dilihat dari pakaian kaum sufi yang berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaanya.[2]
Selain dari keenam pengertian di atas pengertian tasawuf merupakan bentuk masdhar dari kata suf yang berarti wol, yaitu untuk menunjukan penggunaan jubah wol (lab al-suf). Kata suf mnggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Berdasarkan itu, tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap kebajikan. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia.[3]
            Menurut istilah pengertian tasawuf  banyak diformulasikan oleh para ahli yang satu sama lain berbeda sesuai dengan seleranya masing-masing, antara lain:
1.      Al-Jurairi berpendapat tasawuf yaitu memasuki ke dalam segala budi (akhlak) yang bersifat sunni, dan keluar dari budi pekerti yang rendah
2.      Al-Junaidi berpendapat tasawuf adalah bahwa yang hak adalah yang mematikanmu, dan haklah yang menghidupkanmu. Dalam ungkapan lain Al-Junaidi mengatakan tasawuf adalah beserta Allah tanpa adanya penghubung.
3.      Abu Hamzah memberikan ciri terhadap ahli tasawuf, Tanda sufi yang benar yaitu berfakir setelah dia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah-megahan, menyembunyikan diri setelah dia terkenal, dan tanda sufi palsu adalah kaya setelah dia fakir, bermegah-megahan setelah dia hina, dan tersohor setelah dia bersembunyi.
4.      ‘Amir bin Usaman Al- Makki mengatakan tasawuf adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang utama.
5.      Muhammad Ali Al-Qassab mendefinisikan tasawuf adalah akhlak yang mulia, yang timbul pada masa yang mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia.
6.      Syamnun mendefinisikan tasawuf adalah bahwa engkau memiliki sesuatu yang tidak dimiliki sesuatu.[4]
7.      Ibnu Khaldun mendefinisikan tasawuf adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudia di dalam agama. Asalnya ialah tekun beribadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah semata, menolak hiasan-hiasan dunia serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan harta benda, kemegahan, dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah.[5]
Selain pengertian di atas, tasawuf dapat didefinisikan dari tiga sudut pandang. Pertama, Sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas. Jika dilihat dari sudut pandang ini, tasawuf adalah segala upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah Swt. Kedua, sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang. Berdasarkan sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang tasawuf adalah upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ketiga, sudut pandang manusia sebagai makhluk bertuhan. Dalam sudut pandang ini, tasawuf didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (perasaan percaya kepada Tuhan) yang dapat mengarahkan jiwa untuk selalu tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.[6]
Jadi, kalau kita simpulkan dari beberapa definisi diatas tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, meperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama, serta kesadaran fitrah yang dapat mengarahkan jiwa untuk selalu tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, berjuang memerangi hawa nafsu, tidak terbuai dengan hal-hal duniawi, dan akan tercermin dalam sebuah akhlak mulia dari para sufiyah atau orang yang mengamalkan tasawuf tersebut.
Syariat adalah pandangan hidup (syara’), pegangan hidup (syari’ah), dan perjuangan hidup (minhaj) yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupannya.[7] Adapula yang berpendapat kalau syariat merupakan ajaran Islam tentang hukum Islam atau peraturan yang harus dilaksanakan, atau ditinggalkan oleh manusia.[8]
Thariqat berarti jalan atau metoda, sedangkan menurut istilah tasawuf berarti jalan atau petunjuk atau perbuatan dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat, para tabiin, turun temurun sampai pada guru-guru yang bersambung dan berantai sampai kini.[9]
Dengan demikian, Inti dari ajaran tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan tuhan sehingga ia dapat melihatnya dengan mata hati, bahkan rohnya dapat bersatu dengan roh tuhan.[10]

Sumber dan Perkembangan Pemikiran Tasawuf
            Dikalangan para orientalis Barat biasanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu:
1.      Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Alquran dan sunnah serta praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Alquran antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) (lihat QS Al-Maidah [5]:54); perintah agar manusia senantiasa bertaubat, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah Swt. (lihat QS tahrim [66]: 8), petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan di manapun mereka berada (Lihat QS Al-Baqarah [2]: 110) , Tuhan dapat memberikan cahaya kepada orang yang dikehendakinya (Lihat Qs Al-Nur [24]: 35).
Sejalan dengan apa yang dibicarakan Alquran di atas, sunnah pun banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah. Berikut ini terdapat beberapa teks hadis yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf, “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka Aku menjadikan makhluk agar mereka mengenal-Ku”. Hadis ini memberikan petunjuk bahwa alam raya, termasuk kita ini merupakan cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan. Tuhan ingin mengenal dirinya melalui penciptaan alam ini. Dengan demikian, dalam alam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang dapat didayagunakan  untuk mengenal-Nya, dan apa yang ada di alam raya ini pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan.
Hadis berikutnya menyatakan:

Senantiasalah seorang hamba itu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah sehingga Aku mencintainya. Maka apabila mencintainya maka jadikanlah Aku pendengarannya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kaki nya yang dia pakai untuk beusaha, maka dengan Ku–lah dia mendengar, melihat, berbicara, berpikir, meninju dan berjalan”.

Hadis di atas memberi petunjuk bahwa antara manusi dengan Tuhan dapat bersatu. Diri manusia bisa lebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah al-Fana’ yaitu fananya makhluk sebagai yang mencintai kepada diri Tuhan sebagai yang dicintai.
2.      Unsur luar Islam
Di dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai urayan yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara akademik mungkin bisa saja di terima, namun dalam segi akidah perlu adanya kehati-hatian. Para orientalis barat menyimpulkan adanya unsur luar Islam yang masuk ke dalam tasawuf, itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut sudah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam.[11]
            Unsur-unsur yang diduga mempengaruhi tasawuf  Islam itu selanjutnya dijelaskan sebagai berikut:
a.       Unsur masehi
Dalam ajaran Kristen ada paham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara. Dalam literatur memang tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Lampu yang mereka pasang malam hari menjadi petunjuk jalan bagi khalifah-khalifah yang lewat, kemah mereka yang sederhana menjadi tempat berlindung bagi mereka yang kemalaman, dan kemurahan hati mereka menjadi tempat memperoleh makanan bagi musafir yang kelaparan. Dari sini ada yang mengatakan bahwa zahid dan sufi  Islam ketika meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana, dan mengasingkan diri dipengaruhi rahib-rahib Kristen ini.[12]
b.      Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada  Daulah Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam tahap amaliah  (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itupun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.[13]
Filsafat mistik Pythagoras kita mendapati uraian yang mengatakan bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang sebenarnya ialah di alam samawi, dan manusia harus membersihkannya dengan meninggalkan hidup materi, yaitu zuhud, untuk selanjutnya berkontemplasi.
Selain itu ada pendapat lain bahwa masuknya filsafat ke dunia Islam adalah melalui mazhab paripatetic dan  neo-platonisme. Mahjab  paripatetic kelihatannya lebih banyak masuk ke dalam bentuk skolatisisme ortodoks (kalam) sedangkan untuk neo-platonisme lebih masuk kepada dunia tasawuf.[14]
c.       Unsur Hindu/Budha
Dalam ajaran Budha dinyatakan bahwa untuk mencapai nirwana orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Paham fana’ dalam tasawuf  hampir serupa dengan paham nirwana. Begitu juga dalam ajaran Hindu juga dianjurkan agar manusia meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan.[15]
Menurut Qomar Kailani  pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau diterima bahwa ajaran tasawuf ini berasal dari agama Hindu/Budha berarti pada zaman Nabi Muhammad Saw. Telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu ke Makkah, padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.[16]
d.      Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungandalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan sastra. Namun, belum ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan Persia telah masuk ke tanah Arab, yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal dengan ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama Manu dan Mazdaq, antara istilah hakikat Muhammad dengan paham Hormuz (Tuhan kebaikan) dalam agama Zarathustra.[17]
Sejarah dan perkembangan tasawuf dalam Islam mengalami beberapa perkembangan sebagai berikut:
Abad kesatu dan kedua hijriyah disebut pula dengan fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini terdapat individu-individu  dari kawanan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam kehidupan, yaitu tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Mereka lebih banyak beramal, untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, yang menyebabkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku yang asketis.[18]
Pada abad ketiga hijriyah. Pada abad inilah terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengorbanan jiwa, yang mengonsentrasikan kejiwaan manusia kepada Khaliqnya, sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan baik.
b.      Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, yaitu di dalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara menghindarkan keburukan, yang dilengkapi dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Nabi.
c.       Tasawuf yang berintikan metafisika, yaitu di dalamnya terkandung ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang merupaka satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak, serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang akan tajalli kepada-Nya.[19]
Pada abad keempat hijriyah, ilmu tasawuf maju lebih pesat jika dibandingkan dengan abad ketiga. Para ulama mengembanhkan ajaran tasawufnya masing-masing. Sehingga kota Baghdad  sebagai kota satu-satunya yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu tersaingi oleh kota-kota besar lainnya.[20]
Pada abad kelima munculah Imam Al- Ghazali yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasar Alquran dan As-sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral.[21] Ia menyerang budaya teosofi falsafi yang dianut oleh banyak filsuf dan sufi falsafi. Al-Ghazali menandai era tasawuf dapat diterima secara luas dikalangan sunni tanpa rasa takut dihukum penguasa.[22]
            Pada abad keenam hijriah muncul kelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Pada abad ketujuh mulai menurunnya gairah masyarakat Islam untuk mempelajari tasawuf. Hal ini disebabkan oleh smakin gencarnya serangan ulama syariat memerangi tasawuf, pemerintah mempunyai tekad untuk melenyapkan ajaran tasawuf di dunia Islam karena dianggap sumber perpecahan umat Islam. Pada abad kedelapan mengalami kemunduran. Pada abad ini tidak terdengar lagi perkembangan atau pemikitran tasawuf.[23]

Variasi Praktek Tasawuf dan Pengkajiannya
            Para sufi punya cara yang berbeda dalam mengimplementasikan hidup dan ajaran tasawufnya. Pengalaman-pengalaman  dalam mendekatkan diri pada Allah menjadikan praktek tasawuf itu lebih bervariasi. Karena tujuan dari sufi itu berada sedekat mungkin dengan Tuhan, sehingga tercapai persatuan, maka untuk mencapai  tujuan itu panjang dan berisi maqamat.[24] Maqamat yang biasa disebutkan antara lain:
1.      Maqamat tawbah
2.      Maqamat Al-Wara
3.      Maqamat juhd
4.      Maqamat faqr
5.      Maqamat sabr
6.      Maqamat tawakal
7.      Maqamat rida
8.      Maqamat mahabbah
9.      Maqamat ma’rifah[25]

Pendekatan Utama dalam Kajian Tasawuf
            Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam kajian taswuf, yaitu:
1.      Pendekatan Tematik
Pendekatan tematik adalah pendekatan yang mecoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema-tema tertentu. Di antaranya uraian tentang fungsi tasawuf, tingkatan-tingkatan kerohanian dalam tasawuf, dan perkembangan tasawuf. Di dalamnya menyatakan bahwa tasawuf merupakan sarana untuk menjalin hubungan dengan Tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia.
2.      Pendekatan Studi Tokoh
Kausar Azhari Noor melakukan penelitian dibidang tasawuf dengan judul Ibn ’Arabi: Wahdat al-Wujud dalam perdebatan, beliau menggunakan pendekatan studi tokoh. Penelitian ini cukup menarik, karena dilihat dari segi paham yang dibawakannya, yaitu wahdat al-wujud telah menimbulkan kontropersi di kalangan para ulama, karena paham tersebut dinilai membawa paham reinkarnasi atau paham serba Tuhan, yakni Tuhan menjelma dalam berbagai ciptaanya, sehingga dapat mengganggu keberadaan zat Tuhan. Wahdat al-wujud yang berarti kesatuan wujud adalah lanjutan dari paham hulul. Paham wahdat al-wujud ini timbul dari paham bahwa Allah ingin melihat dirinya di luar dirinya, maka dijadikannya alam. Maka alam ini merupakan cermin bagi Allah. Dikala ia melihat dirinya, ia melihat kepada alam, pada benda-benda yang ada pada alam, karena pada setiap benda-benda itu terdapat sifat Tuhan.
3.      Pendekatan Kombinasi
Dalam bukunya yang berjudul Pasang Surut Aliran Tasawuf, Alberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan ini dia mencoba kemukakan firman Tuhan, kehidupan Nabi, para zahid, para sufi, para ahli teori tasawuf, amalan tasawuf, tarikat sufi serta runtuhnya aliran tasawuf. Dari isi penelitian tersebut nampaknya Alberry menggunakan analisa kesejarahan, yakni sebagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak dilakukan proses aktualisasi nilai atau mentrasformasikan ajaran-ajaran tersebut ke dalam makna kehidupan modern yang lebih luas.[26]

Tokoh dan Karya Utama dalam Kajian Tasawuf
1.      Hamzah Fansuri
Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa Syekh Hamzah Fansuri termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al-Halaj. Karya beliau yaitu kitab AsrarAl- ‘Arifin fi Bayan ‘Ilm As-Suluk wa At-Tauhid, Syarb Al-‘Asyiqin, Al-Muhtadi, Ruba’i Hamzah Al-Fansuri.[27]
2.      Nuruddin Ar-Raniri
Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Hasanjin Al-Hamid Asy-Syafi’i Ar-Rairi. Karya-karya yang pernah beliau tulis  diantaranya, Ash-Shirath Al-Mustaqim (fiqh berbahasa melayu), Durrat Al-Fara’idh bi Syarhi Al-‘Aqa’id (akidah bahasa melayu), dan kitab-kitab lainnya.[28]
3.      Syekh Abdur Rauf As-Sinkili
Nama lengkap beliau adalah Syekh Abdur Rauf bin ‘Ali Fansuri. Dia merupakan murid dari dua ulama sufi yang menetap di Makkah dan Madinah. Karya beliau diantaranya Mir’at Ath-Thullab, Hidayat Al-Balighah, ‘Umdat Al-Muhtajin, Syans Al-Mar’ifah,Kifayat Al-Muhtajin, Daqa’iq Al-Huruf, Turjuman Al-Mustafidh.[29]
4.      Hamka
Nama lengkap beliau adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Karya beliau yang berupa catacan dalam bentuk buku mencapai 118 buah, dari Khatibul Ummah, Tasawuf Modern dan yang terakhir Tafsir Al-Azhar 30 juz.[30]
5.      Al-Sulami
Nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Rahman Muhammad ibn al-Husain ibn Muhammad Musa al-Sulaiman al-Azdi. Lahir di Khusaran pada tahun 325H. Di antara karyanya adalah Adab al-Sufiyah, Tarikh Ahlu Sufiyah, Suluk al-‘Arifin dan Tabaqat al-Sufiyah.

Penutup
Tasawuf bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf telah ada dalam Islam semenjak Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, bahkan kehidupan rohani Rasul dan para sahabat menjadi salah satu panutan di dalam melakukan amalan-malannya. Ini merupakan sangkalan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Tasawuf merupakan produk asing yang dianut oleh umat Islam. Inti dari ajaran tasawuf ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan melalui tahapan-tahapan ajaran-Nya yaitu maqamat. Ajaran-ajaran tasawuf ini bersumber dari Alquran, hadis dan perbuatan-perbuatan sahabat. Mulai dari ajaran dasar tasawuf, maupun tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi yang kita kenal dengan nama maqamat. Tujuan tertinggi dari seorang sufi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. Akhlak Taswuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010).
Hamka. Tasawuf modern (Jakarta: Republika, 2015).
Ismail. Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana prenada media grup, 2011).
Kafie,Jamaluddin. Tasawuf kontemporer (Jakarta: Republika, 2003).
M. Solihin dan Rosihon Anwar. Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka setia, 2014).
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Press, 2013).
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2014).
Sihombing, Buyung Ali dan Ikhwan Nugraha. Pendekatan Studi Islam (Bandung: Tebe Agista Mandiri, 2016).
Syahidin, Alma, Buchari dkk. Moral dan Kognisi Islam (Bandung: Alfabeta, 2009).
Tamani HAG. Psikologi Tasawuf  (Bandung: Pustaka Setia, 2011).


[1] Tamani HAG, Psikologi Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h.27.
[2] Rosihon Anwar, Akhlak Taswuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.143.
[3] Buyung Ali Sihombing dan Ikhwan Nugraha, Pendekatan Studi Islam (Bandung: Tebe Agista Mandiri, 2016), h.86.
[4] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf..., h.146.
[5] Hamka, Tasawuf modern (Jakarta: Republika, 2015), h.3.
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h.288. Lihat juga Buyung Ali Sihombing dan Ikhwan nugraha, Pendekatan Studi..., h.87. Litat juga Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.155.
[7] Jamaluddin Kafie, Tasawuf kontemporer (Jakarta: Republika, 2003), h.29.
[8] Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana prenada media grup, 2011), h.4.
[9] Syahidin, Buchari Alma, dkk., Moral dan Kognisi Islam (Bandung: Alfabeta, 2009), h.247.
[10] Tamani HAG, Psikologi..., h.28.
[11] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf..., h.160.
[12] M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka setia, 2014), h.40.
[13] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf..., h.161.
[14] M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf..., h.47.
[15] Buyung Ali Sihombing dan Ikhwan Nugraha, Pendekatan Studi..., h.92.
[16] Abuddin nata, Akhlak Tasawuf..., h.162.
[17] M.Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf..., h.50.
[18] Ibid., h.62.
[19] Ibid., h.63
[20] Buyung Ali Sihombing dan Ikhwan Nugraha, Pendekatan Studi..., h.93.
[21] M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf..., h.65
[22] Tamani HAG, Psikologi Tasawuf..., h.51.
[23] Buyung Ali Sihombing dan Ikhwan Nugraha, Pendekatan Studi..., h.94.
[24] Ibid., h.96.
[25] Tamani HAG, Psikologi Tasawuf..., h.164.
[26] Buyung Ali Sihombing dan Ikhwan Nugraha, Pendekatan Studi..., h.99.
[27] M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf..., h.246.
[28] Ibid., h.250.
[29] Ibid., h.252.
[30] Tamani HAG, Psikologi Tasawuf..., h.300.